Wednesday 16 February 2011

WALISONGO

"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha
(Sumber: www.pesantren.net)



1.Sunan Bonang

Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan).

2.Sunan Ampel
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina."
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

3.Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M.
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog --pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang'.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.

4.Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma)
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

5.Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

6. Sunan Kalijaga
Dialah "wali" yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau "jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

7.Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali --yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

8.Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

9.Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Suku Dayak Kenyah

Pendahuluan
Suku Kenyah adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari daerah Baram, Sarawak. Dari wilayah tersebut suku Kenyah memasuki Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur melalui sungai Iwan di Sarawak terpecah dua sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya ditempati suku Kayan dan sebagian yang lainnya menuju daerah Bahau. Pergerakan suku ini menuju ke hilir akhirnya sampai ke daerah Mahakam dan akhirnya sebagian menetap di Kampung Pampang Samarinda Utara, Samarinda. Sebagian lagi bergerak ke hilir menuju Tanjung Palas. Suku Kenyah merupakan 2,4% penduduk Kutai Barat.
Silsilah dan Sub Suku Dayak Kenyah
Klan besar Dayak Kenyah, konon, berasal dari keturunan para pedagang Cina dan suku Barunai (Brunai Darussalam). “Kami berasal dari Sungai Baram, wilayah suku Barunai,” ujar Labu Usad, kepala desa Nawang Baru. Karena sering berperang dengan suku Barunai lainnya, akhirnya berpencar menjadi empat wilayah. Satu diantaranya mendiami Dataran Apo Kayan.
Dalam perkembangannya, Klan ini terbagi menjadi 30 subsuku, yang memiliki nama tersendiri dan masing-masing memiliki kepala adat. Tak jelas, sejak kapan terjadi perpecahan dalam Klan besar ini. Namun, mengapa sampai terjadi perpecahan, itu hanya dapat diterangkan dengan “kata Sahibul Hikayat”.
Alkisah, Batang Laing-salah seorang kepala suku – menugaskan delapan warganya, empat lelaki dan empat wanita, untuk membuat Yunan (alat peras tebu). Yunan adalah syarat meminta restu kepada Dewa Peselong Loan. “Tum ta mita tan ya leka - Tolonglah kami mencari tanah subur.” Seorang dukun yang memimpin upacara kesurupan, sembari berkata, “A Untana ya suk tana Lurah Tana ya leka ya bileng – Ada tanah yang subur dan luas di lembah lurah yang jauh.”
Nah, petunjuk untuk menemukan “tanah perjanjian” itulah yang memunculkan perbedaan pendapa. Klan besar Dayak Kenyah mengalami pemencaran, sesuai dengan penafsiran masing-masing tentang letak tanah dimaksud, sampai kemudian membentuk kelompok menjadi 20 - 30 subsuku. Meski tempat tinggal antar – subsuku ini berpisah, tetap berada dilembah yang sama. Yaitu, membujur sepanjang Apo Kayan – Dataran Tinggi Kayan.
Masing-masing subsuku mempunyai “swing-awing” (keputusan adat tersendiri). Kecuali itu, setiap subsuku memiliki otonomi atas wilayah kerja tersendiri – misalnya atas daerah perburuan, ladang, sebagai hak ulayat masing-masing.
Dayak Kenyah, yang mendiami pulau kalimantan/borneo, khususnya kalimantan timur, terdiri dari 22 Sub suku (yang dapat didata) . Setiap sub suku biasanya disebut lepoq/umaq, yaitu:
1. Lepoq Bakung
2. Uma Jalan,
3. Lebuk Kulit,
4. Lebuk Timai,
5. Lepoq Tukung,
6. Lepoq Bem,
7. Lepoq Ma'ut,
8. Uma Lasan,
9. Uma Lung,
10.Lepoq Tau,
11.Lepoq Kayan,
12.Lepoq Punan,
13.Lepoq Brusuq,
14.Uma Baka,
15.Uma Alim,
16.Lepoq Entang,
17.Lepoq Kei,
18.Lepoq Puaq,
19.Lepoq Tepu,
20.Lepoq Badeng,
21.Lepoq Merap,
22.Lepoq Kudaq.
Yang membedakan diantara sub suku dayak kenyah ini adalah mengenai cara pengucapan akhir kata, (setiap sub suku mempunyai ciri khas dialek/logat yang berbeda beda). Suku dayak kenyah di kalimantan timur tersebar di seluruh kabupaten/kota madya, mereka biasanya hidup berkelompok di desa/kampung. Saat ini suku dayak kenyah mendiami sekitar 80 desa/kampung di kaltim. Mata pencarian sebagian Orang Dayak Kenyah adalah pertanian (sistem berladang), berburu, sebagai karyawan di perusahaan kayu, perkebunan sawit, tambang batu bara, karet, ada juga yg berhasil menjadi PNS dan pejabat di provinsi dan kabupaten/kota.

Tempat tinggal
Rumah rumah tinggal mereka masih khas. Uma Da’du atau Lamin adalah rumah asli peninggalan Dayak Kenyah yang masih utuh. Rumah adat ini dibuat dari kayu ulin, beratap sirap. Lamin di hiasi lukisan daun paku simetris dengan aneka warna. Bentuknya sebagian menyerupai tattoo di tangan kaum wanitanya . Mereka juga dikenal mahir membuat manik-manik dan pemahat handal patung Totem.


Hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan mereka mengikuti garis keturunan patrilinial. Dalam satu lamin dapat dijumpai hidup beberapa keluarga, mulai dari orang tua, anak, cucu, sepupu hingga keponakan. Dahulu kala sebuah lamin malah dapat menampung lebih dari 100 KK, sehingga tidak ada bentuk keluarga batih mutlak. Batih baru ada kalau sekiranya pasangan suami istri mau memisahkan diri dari lamin. Namun hal ini jarang dilakukan, karena pertimbangan ekonomi. Sebab, dengan memilih tinggal didalam lamin, segala persoalan dan kebutuhan sehari-hari menjadi tanggung jawab bersama. Hidup komunal demikian, tentu ada resikonya. Kerahasiaan menjadi kosakata yang nyaris tak mereka kenal. Kerahasiaan personal menjadi demikian tipis, agaknya hanyalah setebal kelambu.
Namun demikian mereka tetap taat pada adat lamin yang sehari-hari dikendalikan oleh kepala adat. Di dalam lami, kepala adapt menempati kamar bagian tengah. Bagi mereka, kepala adat adalah orang yang dipilih menurut garis keturunan bangsawan, yang dapat melindungi dan berwawasan luas tentang adat setempat. Dalam struktur masyarakat, posisi kepala adat berada dibawah kepala desa. Namun, dalam keseharian, kepala adat tampak lebih dihormati ketimbang kepala desa.

Kepercayaan
Suku dayak Kenyah, yang menjadi penduduk asli Apo Kayan, sebagian besar beragama Kristen dan Katolik. Sebagian kecil, terutama orang tua, masih ada yang animisme. Belakangan, seiring dengan masuknya para pendatang ke daerah ini, pemeluk islam sudah mulai bermunculan.

Mata Pencaharian
Mata pencaharian mereka bertani. Umumnya, sebagai peramu hasil hutan dan peladang berpindah. Perladangan dilakukan dengan sistem rotasi alam selama 4-7 tahun. Di desa Long Payao, Sei Anai, dan Metun I, sistem rotasinya sampai 10 tahun. Inilah, agaknya, mengapa suku Dayak kerap dituding sebagai perusak lingkungan hutan.
Kesenian Tradisional

Warga Dayak Kenyah tetap mempertahankan budaya leluhurnya, seperti menenun, mengukir, dan membuat aneka kerajinan tangan. Bagi para wisatawan yang ingin membeli souvenir, di Desa Pampang banyak orang yang menjajakan berbagai pernak pernik dari yang kecil hingga yang besar seperti gantungan kunci dan patung kayu.
Dayak kenyah juga sangat terkenal dengan seni tari tradisionalnya seperti : tari datun julut, kanjet pepatei/tari perang, Kancet Punan Lettu, Kancet Nyelama Sakai, Hudog, Manyam, Pamung Tawai, Burung Enggang, dan tari Leleng, dll.
Mereka memiliki alat musik yg sangat unik, yaitu sejenis gitar biasa disebut sambeq, jatung utang (kolintang), kedirek, uding, gong, dsb.
Adapula upacara adat di Kenyah, yaitu adat tahunan “Pelas Tahun” atau disebut juga Alaq Tau. Pelas Tahun ini merupakan kegiatan pengucapan rasa terima kasih kepada Tuhan setelah panen raya yang jatuh setiap Juni, namun tanggalnya berbeda-beda tergantung hari baik.

Transportasi
Transportasi darat di daerah ini belum berkembang baik. Mereka lebih menggunakan jalan setapak sebagai sarana komunikasi darat antara satu rumah atau satu tempat. Alat transportasi populer yang cukup membantu adalah lewat sungai. Mereka menggunakan ketinting (perahu motor) sebagai alat angkut, baik untuk manusia maupun hasil pertanian.
Bahasa Pengantar
Suku Kenyah adalah klan besar suku dayak- diantara klan Dayak di Kalimantan, Serawak, dan Sabah di Malaysia. Sebagai pengantar sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Kenyah, yang mengenal 14 dialek. Belakangan, munculnya generasi muda suku Kenyah yang mendiami Apo Kayan, bahasa indonesia mulai dikenal.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Kenyah
http://pampangsuniaso.wordpress.com/2010/04/11/suku-kenyah-art-of-dayak/
http://guntraz90.blogspot.com/2010/12/etnis-suku-dayak-kenyah-di-kalimantan.html
http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=34236

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI GARMENT

Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik di pasar nasional maupun di pasar internasional. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berusaha memenuhi apa yang mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan dari pada yang dilakukan para pesaing.
Saat ini tuntutan konsumen selalu meningkat dan berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang mengakibatkan cepatnya perubahan selera konsumen terhadap suatu produk. Semakin kompleks kebutuhan konsumen terhadap produk, maka semakin banyak jenis produk yang diperlukan untuk memenuhi segmentasi pasar sehingga tingkat persaingan di pasaran terus meningkat. Dengan kata lain diperlukan produk yang berkualitas untuk bisa eksis di dunia industri sekarang ini.
Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya. Namun secara umum orang menyatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang mencirikan tingkat dimana suatu produk memenuhi keinginan atau harapan.
Pengendalian kualitas sangat dibutuhkan dalam memproduksi suatu barang untuk menjaga kestabilan mutu hasil produksi dan sebagai salah satu usaha untuk menemukan faktor-faktor terduga yang menyebabkan kurang lancarnya fungsi dalam proses suatu produksi sehingga bila terjadi gangguan dapat segera dilakukan tindakan pembetulan sebelum terlalu banyak produk yang tidak sesuai dengan produksi.
Begitu pula dengan industri garment dalam memproduksi busana. Seringkali terdapat kesalahan seperti kain belang, kain berlubang, cacat rajutan, kotor, terdapat lubang gunting, salah jahit, dan masih banyak lagi.
Berikut akan dibahas lebih rinci jenis cacat dalam produksi garment, proses pengendalian mutu, dan faktor yang mempengaruhinya.

Jenis Cacat Dalam Produksi Garment
Cacat yang terjadi dalam produksi garment dapat dikelompokan dalam dua bagian yaitu sebagai berikut :
a. Cacat material.

Dalam cacat material ini biasanya cacat yang terjadi sebelum pengolahan kain menjadi pakaian. Cacat meterial ini dapat terjadi dalam pengiriman maupun dalam memproduksi kain yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakaian. Adapun cacat yang sering termasuk dalam cacat material antara lain sebagai berikut.
1)Kain shadding
Ketidaksesuaian warna kain sebelum diolah menjadi pakaian. Kain yang akan digunakan adalah kain yang sesuai standar yaitu yang warnanya sama dan tidak terdapat belang atau warna beda dalam satu rol atau satu lot kain. Jika dalam satu rol atau satu lot kain mengalami 1 warna yang berbeda maka kain tersebut sudah dikatakan cacat.
2)Kain banyak berlubang
Sebelum kain digunakan untuk bahan pakaian, dicek apakah kain banyak berlubang apakah tidak. Walaupun lubang yang terdapat cukup kecil, kain tersebut sudah dikatakan cacat. Lubang pada kain dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain tersangkut pada waktu pengiriman.
3)Kain banyak benang yang putus
Kain yang dalam rajutanya banyak benang yang putus, kain tersebut sudah dikatakan cacat biasanya benang yang putus dalam rajutanya dikarenakan faktor dalam memproduksi kain untuk bahan baku pakaian.
4)Kain banyak yang kotor
Jika dalam kain banyak kotoran kain tersebut sudah dikatakan cacat. Kotor dalam kain banyak disebabkan oleh factor dalam mendistribusikan kain tersebut. Kotor yang banyak terjadi diakibatkan air yang mengenai kain, sehingga ada bekas tertinggal dalam kain tersebut.

b.Cacat Produksi
Cacat produksi adalah cacat yang disebabkan saat memproduksi pakaian. Cacat yang termasuk dalam cacat produksi dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain sebagai berikut.
1)Berlubang terkena gunting

Lubang yang terkena gunting dalam memproduksi pakaian sudah dikatakan cacat. Biasanya kain yang berlubang dikarenakan gunting terdapat dalam proses cutting atau bagian pemotongan kain dan pada proses batil dari sisa-sisa benang jahitan.
2)Berlubang terkena jarum patah
Kain yang berlubang dikarenakan jarum patah biasanya pada waktu menjahit bagian atau komponen pakaian. Walaupun lubang yang dihasilkan dari jarum patah cukup kecil, pakaian tersebut sudah dikatakan cacat.
3)Tension
Tension adalah benang pada rajutan tidak normal seperti benang kendor atau terlalu kencang dalam rajutnya.
4)Langkah jarum
Langkah jarum yang terlalu lebar dan terlalu sempit mengakibatkan benang tidak sesuai ukuran normalnya, sehingga jahitan pada pakaiannya sudah tidak sempurna atau cacat
5)Terkena Kotoran
Kotoran yang biasanya mengenai kain adalah jenis minyak pada mesin jahit dan tanah yang menempel pada kain.

Proses pengendalian kualitas produksi garment
Proses pengendalian produksi garment biasanya dilakukan dengan jalan melakukan pengecekan pada semua departemen guna meminimalisir cacat dalam produksi. Pengecekan yang dilakukan antara lain sebagi berikut :
1.Diadakannya cek material atau kain di departemen cutting untuk mengetahui cacat material, sebelum kain tersebut dipotong dalam bentuk komponen.
2.Setelah kain dipotong dalam bentuk komponen dilakukan cek kualitas potong dan ukuran komponen yang sebelumnya di mall atau digambar pola.
3.Cek jahit gabungan dari komponen yang sudah lolos seleksi menjadi pakaian setengah jadi.
4.Cek jahit gabungan komponen dan accesoris menjadi pakaian jadi total.
5.Cek barang jadi setelah di trimming atau dibatil dari sisa-sisa benang jahitnya.
6.Cek barang jadi setelah pakaian di Ironing atau digosok dengan setrika uap.
7.Cek barang jadi setelah masuk polybag dan packing.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendalian kualitas produksi garment.
Dalam memproduksi garment banyak faktor yang mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain sebagai berikut.
a. Manusia
Sumber daya manusia adalah unsur utama yang menentukan dalam proses pengendalian kualitas yaitu tenaga kerja yang mempunyai komitmen, dedikasi, tanggung jawab, dan loyalitas yang tinggi yang sangat mempengaruhi dari kualitas produk yang dihasilkan. Ketelitian dari pengerjaan barang yang akan dihasilkan yang menentukan bagus tidaknya barang yang akan dihasilkan.

b. Mesin
Mesin sebagai alat pendukung pembuatan suatu produk memungkinkan berbagai variasi dalam bnetuk, jumlah dan kecepatan proses penyelesaian kerja. Pengaturan tata letak mesin-mesin produksi dilakukan untuk memperlancar proses produksi yang efektif dan efisien. Mesin dapat membantu mengurangi jumlah produk cacat yang diakibatkan oleh kelalaian tenaga kerja pada saat proses produksi. Faktor usia mesin merupakan salah satu penentu dari produk yang dihasilkan. Semakin tua mesin yang digunakan semakin banyak produk yang dihasilkan kurang dari kualitas standar. Selain faktor usia mesin terdapat ketepatan dan kecepatan dalam seting mesin yang sangat berpengaruh terhadap kualitas yang dihasilkan. Tingkat eror atau tingkat kerusakan mesin yang digunakan juga berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan semakin banyak mesin yang rusak dalam memproduksi maka akan semakin banyak cacat yang terdapat dan akan memperlambat proses produksi.
c. Waktu
Faktor waktu dalam menentukan baik tidaknya produk yang dihasilkan sangat berpengaruh. Bila waktu pengerjaannya lama atau panjang bisa dipastikan kualitasnya akan semakin bagus. Bila waktunya sedikit atau mendesak maka proses produksi kurang teliti sehingga cacat yang dihasilkan kemungkinan banyak. Dalam memproduksi diusahakan karyawan di PT. Asrindo Indty Raya menghasilkan kualitas yang semaksimal mungkin walaupun waktunya sedikit.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam produksi garment disarankan sebagai berikut.
1.Hendaknya lebih menekankan kepada karyawan untuk dapat memperhatikan kebersihan lingkungan dan alat yang digunakan terutama pada mesin jahit yang digunakan supaya pelumas mesin dan debu atau tanah, tidak banyak mengotori kain yang digunakan.
2. Penyebab-penyebab ketidaksesuaian pada proses produksi garment dapat diantisipasi dengan cara memperketat seleksi karyawan yang bekerja sesuai dengan keahliaan dan memberikan pengarahan pada karyawan terutama pada operator mesin jahit agar lebih memperhatikan dan berhati-hati.